Archive for Juli, 2010

Materi Hakikat Manusia Sebagai Mahluk Individu dan Mahluk Sosial

Juli 28, 2010

HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU DAN MAHLUK SOSIAL

PENGERTIAN MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU

Manusia, mahluk dan individu secara etimologi diartikan sebagai berikut:

  1. Manusia berarti mahluk yang berakal budi dan mampu menguasai mahluk lain.
  2. Mahluk yaitu sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.
  3. Individu mengandung arti orang seorang, pribadi, organisme yang hidupnya berdiri sendiri. Secara fisiologis ia bersifat bebas, tidak mempunyai hubungan   organik dengan sesama.

Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaitu individum, yang artinya sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu kesatuan yang terkecil dan terbatas.

Secara kodrati, manusia merupakan mahluk monodualis. Artinya selain sebagai mahluk individu, manusia berperan juga sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk individu, manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu.

Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). Hal terpenting yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi dengan akal pikiran, perasaan dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain.

BEBERAPA TEORI PENDEKATAN PEMAHAMAN TENTANG MANUSIA

Secara teoritis, pemahaman tentang manusia dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:

  1. Pendekatan Materialisme Antropologi. Menjelaskan bahwa pada hakikatnya manusia adalah materi, manusia adalah jasad yang tersusun dari bahan-bahan material dari dunia organik.
  2. Pendekatan Materialisme Biologi. Menjelaskan bahwa manusia merupakan badan yang hidup atau organisme yang mempersatukan segala pembawaan dan kegiatan kehidupan badan di dalam dirinya. Struktur kehidupan manusia yang memiliki kewaspadaan indrawi berlaku juga bagi hewan. Dalam kenyataan, manusia memang merupakan bagian dari kehidupan organik yang dapat ditelusuri dari bentuk sub human (evolusi).
  3. Pendekatan Idealisme Antropologi. Menjelaskan bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki unsur spiritual intelektual yang secara intrinsik tidak bergantung pada materi. Manusia tidak dapat dijelaskan dengan satu prinsip saja, sebab di dalam diri manusia bergabung berbagai prinsip yang menyusun suatu pemahaman tentang dirinya secara utuh dan lengkap.

ASPEK KEGIATAN MANUSIA

Prof. Dr. N. Drijarkara berpendapat, bahwa pada hakikatnya manusia sebagai individu mempunyai empat aspek kegiatan dalam penggabungan alam jasmani kepada manusia. Aspek tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Aspek Ekonomi. Manusia dengan menurunkan tangannya ke alam jasmani dapat merubah barang-barang sehingga berguna untuk kehidupan umat.
  2. Aspek Kultural. Manusia dengan manifestasinya mendirikan monumen, kuil, candi, menciptakan kesusasteraan, musik, kesenian, dan sebagainya.
  3. Aspek Peradaban. Dimaksudkan sebagai keadaan dan peradaban pada diri manusia dalam tingkah lakunya, seperti cara bergaul, adat istiadat, pakaian yang wajar, dan sebagainya. Bentuk peradaban manausia di luar tingkah lakunya tercermin pada gedung dan bangunan yang dimasukkan unsur keindahan, peralatan yang sempurna, barang konsumsi yang menyenangkan
  4. Aspek Teknik. Manusia dengan kegiatannya mengaktifasi alam jasmani menurut hukum-hukumnya sehingga menimbulkan efisiensi. Permulaan teknik adalah dari badan manusia, semua penggunaan badan mengandung unsur-unsur teknik dalam kehidupan manusia. Jadi tidak terbatas dalam lapangan memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan atau memperpanjang kehidupan saja, melainkan termasuk bidang kesenian, permainan, bahasa, mengatur negara, dan sebagainya.

Di samping itu perlu disadari pula secara sungguh-sungguh bahwa setiap manusia itu pada hakikatnya tidak mungkin terlepas dari hidup intern pribadi dan kehidupan ekstern antarpribadi. Hidup intern pribadi tersebut merupakan cerminan bahwa manusia itu sebagai mahluk individu dan sekaligus sebagai mahluk Tuhan, sedangkan kehidupan ekstern antarpribadi merupakan cerminan bahwa manusia itu sebagai mahluk sosial. Hidup intern pribadi artinya bahwa manusia sebagai mahluk sosial itu lebih menitikberatkan kepada hal-hal yang bersifat interaktif antarsesama manusia dari pada individualistis.

KEISTIMEWAAN MANUSIA

Kelahiran manusia di dunia bukan merupakan kehendak manusia, bukan kehendak kedua orang tuanya, bukan pula kehendak dari alam. Melainkan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka dari itu, sebagai konsekuensinya manusia mempunyai kewajiban berbakti serta mengabdi dengan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Pada prinsipnya, setiap manusia di samping terdiri dari unsur-unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang lebih sempurna, juga dikaruniai keistimewaan-keistimewaan seperti:

  1. Daya jiwa yang disebut cipta, rasa, dan karsa. Dengan daya ciptanya yang bersifat kreatif, setiap manusia dapat menciptakan sesuatu yang bermanfaat, dengan dorongan rasa dalam dirinya,  manusia dapat mencari dan menikmati sesuatu yang indah. Oleh sebab itu dengan daya ciptanya manusia mampu membentuk berbagai macam manifestasi rasa dan seni, dan dengan karsanya (suatu kehendak kodrat untuk mengabdikan diri pada kekuasaan tertinggi) pula manusia dapat menjadi produktif.
  2. Hak-hak asasi kodrati. Karena manusia memiliki hak asasi kodrati dapat melakukan sesuatu yang sesuai dengan daya cipta, rasa dan karsanya sendiri.
  3. Harkat, martabat, dan derajat yang tinggi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga: harkat adalah kemuliaan, taraf, mutu, nilai atau harga; martabat adalah tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri; derajat adalah tingkatan martabat atau pangkat. Dengan harkat atau martabat (derajat), manusia dapat memposisikan dirinya di atas mahluk-mahluk lain.
  4. Keinginan bermasyarakat dan dilengkapi segala potensi sumber kekayaan alam. Melalui keinginannya, setiap manusia dapat berinteraksi dengan warga masyarakat lainnya. Oleh karena itu, setiap manusia memanfaatkan segala potensi kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan.

Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda. Setiap orang dilahirkan ke dunia ini dengan sifat yang berbeda dengan manusia lain. Setiap pribadi memiliki perbedaan sehingga selalu dapat dibedakan dengan yang lain. Orang yang dilahirkan secara kembar pun pasti memiliki perbedaan.

Manusia dikaruniai hak dasar yang melekat dalam dirinya, yaitu hak asasi manusia. Hak asasi merupakan hak kodrat sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa pada setiap individu tanpa memandang perbedaan yang ada. Hak ini tidak dapat dikurangi atau diminta orang lain sebab jika demikian akan hilang sifat kemanusiaannya, contohnya hak hidup, hak beragama, dan hak milik.

Manusia secara individu adalah bebas. Ia dapat menentukan sendiri apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan. Ia dapat mengambil sikap untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya atau pun ia bertindak melawan lingkungannya. Manusia adalah bebas sejauh ia sendiri dapat mengembangkan pikiran tentang tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan itu. Ia bebas memutuskan sendiri tindakannya dan pilihan yang ia ambil. Ia juga bertanggung jawab sendiri atas segala sikap dan perbuatannya.

Individu artinya perseorangan atau pribadi yang terpisah dari orang lain. Pandangan yang mengembangkan pemikiran bahwa manusia pada dasarnya adalah individu yang bebas dan merdeka adalah paham individualisme.

Paham ini menekankan pada kekhususan, martabat, hak dan kebebasan orang perorang. Manusia sebagai individu yang bebas dan merdeka tidak terikat apapun dengan masyarakat atau negara. Manusia bisa berkembang dan sejahtera hidupnya apabila secara bebas dapat bekerja dan berbuat apa saja untuk memperbaiki dirinya sendiri. Paham individualisme ini tumbuh di dunia Barat dan dikembangkan oleh beberapa filsuf, di antaranya Jean Jacques Rousseau.

Dasar semangat individualisme adalah manusia itu lahir secara bebas dan merdeka. Ia boleh berbuat apa saja asal jangan mengganggu keamanan orang lain. Semangat individualisme menimbulkan revolusi besar, yaitu Revolusi Perancis 1789 yang bersemboyan liberte, egalite, fraternite (kebebasan, persamaan, persaudaraan). Dasar Revolusi Perancis ini menjadi sumber bagi demokrasi Barat. Jadi demokrasi Barat berdasarkan paham individualisme.

Di bidang politik, individualisme melahirkan ideologi liberal, yang sangat menekankan pentingnya kedudukan individu dan menghargai peranan masing-masing individu. Negara yang terbentuk harus dapat melindungi individu dari berbagai ancaman dan tekanan. Jadi individualisme berkaitan erat dengan liberalisme. Pandangan hidup individualisme lah yang melahirkan ideologi liberal. Keduanya sama-sama berpandangan akan pentingnya kedudukan manusia sebagai mahluk individu.

Di bidang ekonomi, individualisme melahirkan kapitalisme, yaitu sistem perekonomian individualis yang diusahakan oleh pihak swasta atau perseorangan. Tujuannya adalah mencari keuntungan yang setinggi-tingginya sehingga dapat mensejahterakan individu yang bersangkutan. Untuk berjalannya sistem ini, diadakan persaingan bebas antarindividu. Negara atau masyarakat tidak boleh turut campur, tetapi hanya menjaga agar tidak terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat. Sistem ekonomi yang muncul adalah sistem ekonomi pasar bebas.

KONSEKUENSI MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU

Dalam keadaan status manusia sebagai mahluk individu, segala sesuatu yang menyangkut pribadinya sangat ditentukan oleh dirinya sendiri, sedangkan orang lain lebih banyak berfungsi sebagai pendukung. Kesuksesan seseorang misalnya sangat tergantung kepada niat, semangat, dan usahanya yang disertai dengan doa kepada Tuhan secara pribadi. Demikian juga mengenai baik atau buruknya seseorang di hadapan Tuhan dan dihadapan sesama manusia, itu semua sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku manusia itu sendiri. Jika iman dan takwanya mantap maka dihadapan Tuhan menjadi baik, tetapi jika sebaliknya, maka dihadapan Tuhan menjadi jelek. Jika sikap dan perilaku individunya baik terhadap orang lain, tentu orang lain akan baik pula terhadap orang tersebut.

Konsekuensi (akibat) lainnya, masing-masing individu juga harus mempertanggung jawabkan segala perilakunya secara moral kepada dirinya sendiri dan kepada Tuhan. Jika perilaku individu itu baik dan benar maka akan dinikmati akibatnya, tetapi jika sebaliknya, akan diderita akibatnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai individu yang sudah dewasa memiliki konsekuensi tertentu, antara lain:

  1. Merawat diri bersih, rapi, sehat dan kuat
  2. Hidup mandiri
  3. Berkepribadian baik dan luhur
  4. Mempertanggungjawabkan perbuatannya

Supaya konsekuensi tersebut di atas dapat direalisasikan dalam suatu kenyataan, maka masing-masing individu harus senantiasa:

  1. Selalu bersih, rapi, sehat, dan kuat
  2. Berhati nurani yang bersih
  3. Memiliki semangat hidup yang tinggi
  4. Memiliki prinsip hidup yang tangguh
  5. Memiliki cita-cita yang tinggi
  6. Kreatif dan gesit dalam memanfaatkan potensi alam
  7. Berjiwa besar dan penuh optimis
  8. Mengembangkan rasa perikemanusiaan
  9. Selalu berniat baik dalam hati
  10. Menghindari sikap statis, pesimis, pasif, maupun egois

MANUSIA SEBAGAI MAHLUK SOSIAL

Plato mengatakan, mahluk hidup yang disebut manusia merupakan mahluk sosial dan mahluk yang senang bergaul/berkawan (animal society = hewan yang bernaluri untuk hidup bersama). Status mahluk sosial selalu melekat pada diri manusia. Manusia tidak bisa bertahan hidup secara utuh hanya dengan mengandalkan dirinya sendiri saja. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia memerlukan bantuan atau kerjasama dengan orang lain.

Ciri utama mahluk sosial adalah hidup berbudaya. Dengan kata lain hidup menggunakan akal budi dalam suatu sistem nilai yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Hidup berbudaya tersebut meliputi filsafat yang terdiri atas pandangan hidup, politik, teknologi, komunikasi, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.

Menurut Aristoteles (384 – 322 SM), manusia adalah mahluk yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya (zoon politicon yang artinya mahluk yang selalu hidup bermasyarakat). Pada diri manusia sejak dilahirkan sudah memiliki hasrat/bakat/naluri yang kuat untuk berhubungan atau hidup di tengah-tengah manusia lainnya. Naluri manusia untuk hidup bersama dengan manusia lainnya disebut gregoriousness.

Manusia berperan sebagai mahluk individu dan mahluk sosial yang dapat dibedakan melalui hak dan kewajibannya. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Hubungan manusia sebagai individu dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Oleh karena itu harkat dan martabat setiap individu diakui secara penuh dalam mencapai kebahagiaan bersama.

Masyarakat merupakan wadah bagi para individu untuk mengadakan interaksi sosial dan interelasi sosial. Interaksi merupakan aktivitas timbal balik antarindividu dalam suatu pergaulan hidup bersama. Interaksi dimaksud, berproses sesuai dengan perkembangan jiwa dan fisik manusia masing-masing serta sesuai dengan masanya. Pada masa bayi, mereka berinteraksi dengan keluarganya melalui berbagai kasih sayang. Ketika sudah bisa berbicara dan berjalan, interaksi mereka meningkat lebih luas lagi dengan teman-teman sebayanya melalui berbagai permainan anak-anak atau aktivitas lainnya. Proses interaksi mereka terus berlanjut sesuai dengan lingkungan dan tingkat usianya, dari mulai interaksi non formal seperti berteman dan bermasyarakat sampai interaksi formal seperti berorganisasi, dan lain-lain.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi manusia hidup bermasyarakat, yaitu:

  1. Faktor alamiah atau kodrat Tuhan
  2. Faktor saling memenuhi kebutuhan
  3. Faktor saling ketergantungan

Keberadaan semua faktor tersebut dapat diterima oleh akal sehat setiap manusia, sehingga manusia itu benar-benar bermasyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Khaldun bahwa hidup bermasyarakat itu bukan hanya sekadar kodrat Tuhan melainkan juga merupakan suatu kebutuhan bagi jenis manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Jika tingkah laku timbal balik (interaksi sosial) itu berlangsung berulang kali dan terus menerus, maka interaksi ini akan berkembang menjadi interelasi sosial. Interelasi sosial dalam masyarakat akan tampak dalam bentuk sense of belonging yaitu suatu perasaan hidup bersama, sepergaulan, dan selingkungan yang dilandasi oleh rasa kemanusiaan yang beradab, kekeluargaan yang harmonis dan kebersatuan yang mantap.

Dengan demikian tidak setiap kumpulan individu merupakan masyarakat. Dalam kehidupan sosial terjadi bermacam-macam hubungan atau kerjasama, antara lain hubungan antarstatus, persahabatan, kepentingan, dan hubungan kekeluargaan. Sebagai mahluk sosial, manusia dikaruniai oleh Sang Pencipta antara lain sifat rukun sesama manusia.

ASPEK YANG MENDORONG MANUSIA KE ARAH KERJASAMA DENGAN SESAMANYA

Beberapa aspek yang mendorong manusia ke arah kerjasama dengan sesama adalah sebagai berikut:

  1. Aspek Biologis. Manusia ingin tetap hidup dan mempertahankan kelangsungan hidupnya yang hanya bisa dicapai secara kerjasama dengan sesama.
  2. Aspek Psikologis. Kesediaan bekerjasama untuk menghilangkan rasa kejemuan dan mempertahankan harga diri sebagai anggota pergaulan hidup bersama manusia.
  3. Aspek Ekonomis. Kesediaan manusia untuk bekerja sama supaya dapat memenuhi, mencukupi, dan memuaskan segala macam kebutuhan.
  4. Aspek Kultural. Manusia sadar bahwa segala usahanya untuk menciptakan sesuatu hanya bisa dihasilkan tidak secara sendirian.

TINGKATAN KEBUTUHAN MANUSIA

Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH. MA., berpendapat, bahwa kebutuhan manusia itu secara garis besar terdiri dari kebutuhan akan:

  1. Sandang, pangan, dan papan
  2. Keselamatan jiwa dan harta
  3. Harga diri
  4. Mengembangkan potensi diri
  5. Kasih sayang

Abraham Maslow berpendapat, bahwa kebutuhan hidup manusia itu terdiri dari 7 macam kebutuhan, yaitu:

  1. Kebutuhan fisik, seperti makan, minum, istirahat, tidur, dan lain-lain.
  2. Kebutuhan rasa aman, seperti terhindar dari bahaya, ketakutan, dan lain-lain.
  3. Kebutuhan diterima dan kasih sayang, yang berakar dalam ikatan keluarga, kelompok, persahabatan, teman sebaya, dan lain-lain.
  4. Kebutuhan untuk dihargai, seperti karena sukses, cakap mengerjakan sesuatu, berkemampuan, dan lain-lain.
  5. Kebutuhan perwujudan diri, seperti meningkatkan potensi, bakat, kemampuan bekerja, dan lain-lain.
  6. Kebutuhan untuk mengungkapkan rasa ingin tahu atau memperluas wawasan tentang apa saja yang ada di permukaan bumi.
  7. Kebutuhan untuk mengungkapkan rasa seni dan keindahan.

Peddington berpendapat, bahwa kebutuhan manusia itu terdiri dari:

1.  Kebutuhan Utama (Primer) yang bersumber dari aspek biologis (organisme tubuh) manusia, yaitu kebutuhan:

– makan, minum, oksigen, air, dll

– buang air besar, buang air kecil, berkeringat, dll

– perlindungan dari iklim, cuaca, suhu, dll

– beristirahat atau tidur

– pelepasan dorongan seksual dan reproduksi

– kesehatan yang baik

2.  Kebutuhan Sosial (Sekunder) yang bersumber dari aspek adanya keterlibatan orang atau kelompok lain, yaitu kebutuhan:

– berkomunikasi dengan sesama

– kegiatan bersama

– kepuasan akan benda material

– sistem pendidikan

– keteraturan dan kontrol sosial

3.  Kebutuhan Integratif yang bersumber dari aspek pikiran dan moral yang berfungsi mengintegrasikan (menyatukan) berbagai kebutuhan dan kebudayaan,  yaitu kebutuhan:

–     adanya perasaan benar salah, adil tidak adil, dll

–     mengungkapkan perasaan dan sentimen kolektif

–     perasaan keyakinan dan keberadaan diri

–     ungkapan estetika dan keindahan

–     rekreasi atau hiburan

Ideologi politik yang mengembangkan pentingnya aspek sosial kehidupan manusia adalah sosialisme. Sosialisme merupakan reaksi atas sistem kapitalisme yang dilahirkan oleh faham individualisme. Adanya persaingan bebas dalam kapitalisme akan menindas orang-orang yang tidak memiliki modal dan orang-orang miskin. Dalam sistem ekonomi sosialis, setiap orang memiliki kewajiban memberi kepada masyarakat, dan masyarakat berhak menerima hasilnya sesuai dengan karyanya. Negara tidak hanya bersifat pasif memberi kesempatan berusaha, tetapi juga aktif mengusahakan keadilan dan kesejahteraan terutama bagi masyarakat yang tidak mampu, miskin dan tidak memiliki modal yang cukup.

Sosialisme dalam bentuk ekstrim berkembang ke arah komunisme. Dalam komunisme, hak milik individu dihapuskan dan diganti menjadi kepemilikan bersama. Komunisme berpandangan semua orang mendapatkan apa yang sesuai dengan kebutuhannya.

Baik sosialisme maupun komunisme bertujuan sama, yaitu ingin membentuk masyarakat sosialis. Perbedaan antara sosialisme dan komunisme terletak pada cara yang digunakan untuk mengubah masyarakat kapitalis menjadi masyarakat sosialis. Paham sosialis berpendapat bahwa perubahan dapat dilakukan dengan cara-cara damai dan demokratis, sedangkan komunisme berpendapat bahwa perubahan masyarakat sosialis harus dilakukan dengan cara revolusi, yaitu menghancurkan sistem kapitalisme. Untuk itu diperlukan pemerintahan diktator proletariat dalam masa transisi perubahan masyarakat.

KONSEKUENSI MANUSIA SEBAGAI MAHLUK SOSIAL

Jika dalam menjalani hidup intern pribadi, setiap manusia sebagai mahluk individu harus melakukan pertanggungjawabannya kepada Tuhan dan kepada dirinya masing-masing dengan memperhatikan norma agama dan norma kesusilaan. Maka dalam menjalani kehidupan ekstern antarpribadi, semua manusia sebagai mahluk sosial harus melakukan pertanggungjawaban kepada orang lain atau warga masyarakat lainnya.

Pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat itu harus berlandaskan pada norma-norma kesopanan (kebiasaan) dan norma-norma hukum. Dengan demikian mereka harus melakukan pertanggungjawaban moral yang berlandaskan norma-norma kesopanan (kebiasaan), dan pertanggungjawaban hukum yang berlandaskan norma-norma hukum.

1.   PERTANGGUNGJAWABAN MORAL

Inti dari status manusia sebagai mahluk sosial terletak pada moralnya, jika manusia itu bermoral maka harkat dan derajatnya semakin tinggi dalam masyarakat. Tetapi jika manusia itu tidak bermoral, maka harkat dan derajatnya rendah, bahkan bisa lebih rendah dari pada hewan manakala terjadi dekadensi moral (kerusakan moral).

Moral dapat diartikan sebagai suatu sikap dan perilaku seseorang yang baik dan benar atau pantas dalam pergaulan bermasyarakat dan berbangsa. Manusia yang bermoral akan memperoleh banyak manfaat, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Tetapi apabila manusia itu tidak bermoral, akan banyak menghadapi berbagai masalah dalam bermasyarakat.

Walaupun dalam hal tidak bermoralnya seseorang itu pada dasarnya tidak merupakan masalah yang berkenaan dengan sanksi hukum, tetapi karena manusia itu tidak dapat terlepas dari masyarakat maka tetap harus ada pertanggungjawaban. Misalnya harus:

–     berahlak mulia

–     berbicara sopan

–     saling bertegur sapa

–     tolong menolong dan bekerja sama

–     saling menghargai dan menghormati

–     mengembangkan solidaritas sosial

–     toleransi dalam berbagai hal

–     turut aktif dalam menyelesaikan masalah sosial

2.   PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM

Perlu diketahui bahwa dalam bermasyarakat itu terdapat hukum atau ajaran agama, hukum adat masyarakat setempat, dan hukum yang berlaku secara nasional. Oleh karena itu, setiap warga masyarakat harus mempertanggungjawabkannya secara hukum (yuridis).

  1. Menurut Hukum Agama

Setiap agama memiliki hukum (aturan) seperti harus hidup baik dengan sesama, tidak boleh membunuh, dilarang mencuri, dan larangan berbuat kejahatan lainnya. Dengan demikian, setiap orang yang beragama harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana diatur dalam hukum agama masing-masing yang berkaitan dengan masyarakat.

  1. Menurut Hukum Adat

Setiap masyarakat hukum adat, masing-masing memiliki aturan-aturan tertentu. Menurut Prof. Van Vollenhoven, bahwa di Indonesia tidak kurang dari 19 masyarakat hukum adat seperti hukum adat Minangkabau, hukum perkawinan di Tapanuli Utara, hukum adat pemilihan kepala desa di Jawa, dan sebagainya. Dengan demikian pertangungjawabannya berupa tunduk kepada hukum adat setempat sehingga jika terjadi suatu pelanggaran akan dikenakan sanksi hukum adat tertentu.

  1. Menurut Hukum Negara

Negara membentuk berbagai macam hukum yang mengatur masyarakat luas. Misalnya hukum pidana tentang larangan mencuri, membunuh, penganiayaan, narkoba, dan sebagainya. Ketentuan seperti itu harus dipatuhi oleh semua warga masyarakat sebagai wujud pertanggungjawaban hukum negara, dengan konsekuensinya berupa pengenaan sanksi hukum tertentu dari pihak negara jika melawan hukum. Dengan demikian jelaslah bahwa setiap warga masyarakat dalam kesehariannya harus tunduk dan patuh pada nilai-nilai, norma-norma dan segala hukum yang berlaku sebagai bukti adanya pertanggungjawaban manusia sebagai mahluk sosial.

KEDUDUKAN MANUSIA MENURUT PANCASILA

Individualisme dan sosialisme memiliki pandangan yang berbeda mengenai sifat manusia. Individualisme memandang sifat sosial manusia sebagai sesuatu yang sekunder dan belakangan. Individualisme mengutamakan segi manusia sebagai individu dari pada sosial. Individualitas menentukan kehidupan sosial manusia.

Sosialisme atau kolektivisme memandang individu sekedar sarana untuk hidup bermasyarakat secara keseluruhan. Yang diutamakan adalah sifat sosial manusia. Pancasila memandang bahwa manusia adalah mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Hal ini bukan sekedar menggabungkan dua pandangan (individualisme dan sosialisme) di atas, tetapi secara hakikat bahwa kedudukan manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial.

Frans Magnis Suseno menyatakan bahwa manusia adalah individu yang secara hakiki bersifat sosial dan sebagai individu manusia bermasyarakat. Kedudukan manusia menurut Pancasila, sebagai berikut:

  1. Manusia adalah mahluk monopluralitas (mahluk yang memiliki keanekaragaman tetapi tetap satu) yang memungkinkan manusia itu dapat melaksanakan sila-sila dalam Pancasila.
  2. Manusia adalah mahluk tertinggi ciptaan Tuhan yang dikaruniai kesadaran dan kebebasan dalam menentukan pilihannya.
  3. Dengan kebebasannya, manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan dapat menentukan sikap dalam hubungannya dengan penciptanya.
  4. Sila I menunjukkan bahwa manusia perlu menyadari akan kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan. Oleh sebab itu, manusia harus mampu menentukan sikap terhadap hubungannya dengan penciptanya.
  5. Manusia adalah otonom dan memiliki harkat dan martabat yang luhur.
  6. Sila II menuntut akan kesadaran dan keluhuran harkat dan martabatnya, yaitu dengan menghargai akan martabat sesama manusia.
  7. Sila III berarti manusia Indonesia adalah mahluk sosial yang berada dalam wilayah Indonesia dan bersama-sama dengan manusia Indonesia lainnya.
  8. Manusia Indonesia harus dapat hidup bersama untuk menghargai satu sama lain dan tetap membina rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang kukuh.
  9. Manusia adalah mahluk dinamis yang melakukan kegiatannya bersama-sama manusia Indonesia lainnya.

10. Sila IV menuntut manusia Indonesia saling menghargai, memiliki kebutuhan bersama dalam menjalankan dan mengembangkan kepribadiannya.

11. Sila V menuntut manusia Indonesia untuk saling memiliki kewajiban menghargai orang lain dalam memanfaatkan sarana yang diperlukan bagi peningkatan taraf hidup yang lebih baik.